Selasa, 14 Juni 2011

Tidak perlu takut berlebihan kepada pesaing, waspadai pada perubahan perilaku masyarakat

Marketing Partai Politik Via Jejaring Sosial

|
Islamedia - Seorang tokoh marketing dunia, Philip Kottler, dalam acara peluncuran outlet di Bali mengatakan, "New marketing is social media (era pemasaran baru adalah jejaring sosial)". Sebenarnya bukan ungkapan yang baru, karena pemanfaatan jejaring sosial ini sudah dimulai sejak beberapa tahun terakhir.

Data statistik dari internetworldstats.com menunjukkan bahwa populasi pengguna internet Indonesia mencapai 30 juta jiwa, atau 12,3 % dari populasi sebesar 242 juta jiwa. Penggunaan jejaring sosial diperkirakan mencapai 70 - 80 persen. Mengikuti pola pedagang di Indonesia - di mana ada kerumunan maka di situ terdapat pedagang kecil seperti penjual somay, bakso, gorengan, dan lainnya - maka di tengah kerumunan jejaring sosial ini tentu terdapat para pedagang yang "mangkal" menjajakan dagangannya.

Menyadari potensi manfaat yang signifikan, PKS telah mewajibkan kader-kadernya memiliki akun jejaring sosial baik itu facebook, twitter, dll. PKS juga menjanjikan pengerahan masa ke dalam dunia jejaring sosial. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak lima ratus ribu kader yang dikerahkan.

Layak dicermati bagaimana jejaring sosial, khususnya dalam pemasaran politik, bekerja memasarkan

Kotler mengatakan "Konsumen yang puas akan menyebarkan kepuasan itu ke teman-temannya. Ini tidak bisa dilakukan lewat iklan. Kalau ada 10 iklan dalam setahun. Paling Anda hanya ingat 1 iklan yang benar-benar bagus. Iklan yang menarik butuh biro iklan yang bagus pula." Dalam marketing yang memanfaatkan jejaring sosial, para pelanggan bisa melakukan komplain atau melontarkan pertanyaan melalui akun yang mempresentasikan sebuah produk. Diskusi interaktif terjadi, dan pelanggan pun diharapkan mencapai kepuasan.

Dalam politik, memasarkan sebuah partai jauh lebih kompleks. Surat kabar atau media elektronik sebagai perangkat demokrasi juga punya peranan penting. Karena dari sini para pemilih rasional mengolah informasi dan menimbang-nimbang pilihan. Tak syak lagi, kelompok mana yang menjadi bulan-bulanan media masa, merekalah yang tak akan dilirik oleh pemilih rasional.

Tapi media masa bukan alur pertama dari proses marketing politik. Prestasi dan aktifitas parpol-lah yang menjadi titik awal alur pemasaran politik. Karena media pastinya memerlukan konten untuk disajikan. Sebuah kelompok boleh saja menguasai media. Tapi tanpa kerja dan prestasi dari kelompok itu, apalah yang dipasarkan? Ujung-ujungnya media itu hanya tempat men-demarketing kelompok-kelompok lain. Jadilah media itu tak lebih dari media penghasut.

Prestasi menteri dan kepala daerah atau tokoh dari suatu parpol, juga aktifitas parpol yang bermanfaat bagi masyarakat, merupakan konten yang bisa memenangkan hati para pemilih rasional. Di tengah keadaan negara yang minim berita baik, yang dirindukan para pemilih rasional adalah kerja nyata dari kelompok/tokoh politik. Perdebatan ideologi nyaris tidak laku lagi. Berbicara konsep Islam, yang ditagih oleh pemilih rasional adalah kerja nyata, moralitas, dan anti korupsi. Kalau itu terbukti, maka jargon dan amal dinilai selaras. Pemilih rasional akan menerima. Begitu juga dengan tema nasionalisme, mereka tak menagih retorika memukau, tapi kesejahteraan.

Bila suatu parpol sudah memiliki kredit positif melalui kinerja menteri, kepala daerah, atau pun kadernya, dan kemudian media sudah memuat beritanya, yang diperlukan selanjutnya adalah kerja humas untuk membuat berita ini terkonsumsi oleh orang sebanyak-banyaknya. Di sinilah jejaring sosial berperan. Lewat sebuah status di facebook/twitter, judul berita (beserta linknya) itu akan terbaca oleh friends atau followers atau apa pun istilah bagi orang yang terkoneksi melalui jejaring sosial.

Bila partai memiliki akun resmi di sebuah jejaring sosial, akun ini lah yang menjadi ujung tombak kehumasan partai. Jika partai punya banyak akun, tentu penyebarannya bisa lebih massif lagi. Misalnya sebuah partai punya akun yang mewakili tiap daerah di Indonesia, dan akun ini menyampaikan berita baik mengenai partai di tingkat nasional atau berita berskala daerah, maka informasi-informasi tentang partai itu akan membanjiri jejaring sosial.

Tapi kelemahan dari akun yang membawa nama partai adalah akun tersebut hanya punya teman/pengikut dari orang yang sudah simpati dengan partai itu. Sedangkan yang dibidik adalah masyarakat luas, yang masih kosong pilihan. Maka lebih efektif lagi bila berita baik soal partai diforward oleh akun pribadi seorang kader atau simpatisan. Karena akun pribadi itu tentu memiliki teman / pengikut dari kawan sepergaulannya sehari-hari. Ketika seorang kader menuliskan status tentang partainya, status itu akan dibaca oleh teman bergaulnya. Walau pun temannya tidak punya kecenderungan dengan partai si kader. Bayangkan betapa massifnya sebuah berita tersebar bila sebuah partai punya lima ratus ribu kader yang aktif di dunia maya.

Terkadang tidak cukup dengan sebuah berita di dunia maya/harian cetak. Perlu ada diskusi lanjutan. Di sinilah kelebihan akun pribadi dibanding akun resmi partai. Seorang kader yang meneruskan berita tentang partai di statusnya punya kesempatan berdiskusi langsung dengan temannya yang tertarik akan berita itu. Diskusi langsung ini bisa bersifat cair dan santai. Diskusi langsung lebih hidup dan lebih luwes dibanding diskusi di dunia maya melalui jejaring sosial.

Lebih baik lagi bila pemilik akun pribadi itu punya integritas dan pengaruh. Kadang masalah pilihan itu masalah hati. Bagaimana pun rasionalnya seseorang, ia tetap punya hati. Bahkan bila seorang rasionalis sudah terpikat hatinya oleh suatu partai, ia sendiri yang akan melakukan pembelaan menggunakan kemampuan logikanya bila ada berita miring menerpa partai itu. Ini menyangkut kepercayaan. Bagaimana menumbuhkan kepercayaan orang? Salah satu jalannya adalah perilaku kader-kader partai di keseharian. Bisa saja sebuah partai punya berita-berita baik yang dimuat di media. Tapi bila kelakuan kadernya buruk dan tak berkenan di hati masyarakat, partai itu akan terkena imbasnya. Orang bisa berfikir jernih bila hatinya dalam kondisi baik.

Jadi, pemasaran politik lewat jejaring sosial punya alur tersendiri. Bermula dari prestasi partai yang akan menjadi konten berita yang dimuat oleh media. Kemudian berita itu diteruskan melalui jejaring sosial oleh akun partai atau pun akun pribadi kader partai. Dan setelah teman/pengikut di jejaring sosial membaca berita tersebut, berlanjutlah pada diskusi yang luwes.

Yang utama dari alur ini adalah prestasi. Tanpa prestasi nyata, yang dipasarkan hanyalah pepesan kosong.

Tidak ada komentar:

PITUAH

Presentasi SlideShre Tentang Blog

Presentasi Cara Membuat Account Blog

Presentasi Apa Itu Blog

Presentasi Tugas Akhir

Widget Berita Animasi